Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Generasi Musisi, Terbentuk atau Dibentuk?

Author : Admin Music

Article Date : 09/03/2023

Article Category : Noize

Oleh Arief Blingsatan

Menjadi seniman adalah pilihan, karena semua orang akan dihadapkan dengan pilihan yang tidak mudah dengan berbagai kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Mereka yang dilahirkan dari keluarga seniman tentu berbeda dengan mereka yang dilahirkan dari keluarga militer. Mereka yang dibesarkan dari keluarga kaya akan beda dengan yang dibesarkan dari keluarga yang pas-pasan, mereka yang hidup di pelosok dan akan beda dengan mereka yang hidup di kota besar dan masih banyak lagi. 

Belum lagi mereka yang berada di lingkungan dengan pola pikir “konvensional” dan mereka yang ber-pola pikir “modern”, akan menjadi sesuatu yang berbeda dari apa yang mereka hadapi—dalam hal ini tentang bagaimana mereka dalam proses meraih tujuan hidup sebagai sebuah cita-cita. Keluarga, khususnya orang tua, sangat berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.

Seiring perkembangan jaman, kini ada istilah “Dibentuk” dan “Terbentuk”. Jika di era kita pada umumnya orang tua menginginkan kita untuk menjadi orang sukses di karier hidupnya seperti menjadi seorang dokter, dosen, pejabat negara, dan sejenisnya. Sementara profesi seniman pada waktu itu masih dianggap sangat tidak menjanjikan. 

Berbeda dengan era sekarang, khususnya bagi mereka yang hidup di kelas strata sosial menengah ke atas. Ada kecenderungan orang tua menginginkan anaknya menjadi seperti yang apa mereka impikan. Mungkin menjadi salah satu obsesi yang belum terwujud di masa mudanya dan ingin diwujudkan kepada anaknya. Bahkan, mungkin keinginan orang tua yang ingin anaknya mengikuti jejak kariernya orang tuanya yang seniman, atau jejek karier idolanya. 

Hal inilah yang menjadi fenomena munculnya generasi yang “dibentuk”, termasuk mereka yang menginginkan anaknya menjadi artis besar. Maka lo nggak perlu heran kalau anak-anak muda saat ini hidup dengan segala kemudahan dengan kemampuan ekstra yang diperoleh dari fasilitas-fasilitas khusus dengan biaya yang relatif mahal, Superfriends.

Beda dengan generasi sebelumnya yang cenderung harus memperjuangkan sekaligus mempertanggungjawabkan cita-citanya tanpa kemudahan-kemudahan. Tentunya tidak mudah melawan perspektif sebuah kemapanan ala warisan kolonial, terutama yang menyoroti profesi seniman karena dianggap tidak bisa dipercaya mampu mengangkat harkat dan martabat.

Untuk menjadi seorang seniman, khususnya musisi dalam hal ini, gue mencoba untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi saat ini. Gue berharap topik dalam artikel ini bisa menjadi inspirasi buat lo semua yang ingin berkarieer di dunia musik, khususnya bagi anak-anak muda yang berada dalam kondisi sosial-ekonomi masyarakat menengah ke bawah di Indonesia.

Menjadi generasi yang “terbentuk” dari situasi dan kondisi yang tidak mudah bisa menjadikan kita lebih kuat. Ketika “fase” bermain telah usai maka ada “fase” transformasi, dari “amatir” menuju “profesional”. Hal ini bergulir bersamaan dengan dituntutnya seseorang remaja menjadi manusia dewasa dengan segala tanggung jawabnya.

Kita bisa belajar dari banyak kisah perjalanan musisi-musisi besar yang berangkat dari bawah dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak beruntung, menjadikan musik sebagai profesi yang harus dipresentasikan kepada orang-orang terdekat kita, yaitu keluarga dan rumah tempat kita dibesarkan, tentunya sebelum kita bertaruh ke dunia luar.

Awal yang tepat untuk memulainya adalah dengan berpikir realistis. Kemudian, akan timbul tindakan yang realistis pula, karena tuntutan sosial-ekonomi yang nantinya akan memunculkan suatu tindakan yang harus dilakukan dengan konsisten sehingga dalam prosesnya akan memberi dampak realistis pula kepada kita. Inilah “kunci” yang bisa menjadi sebuah inspirasi buat kita, karena kita butuh materi untuk memutar roda kehidupan, dengan kata lain apa pun yang kita lakukan harus menghasilkan termasuk dalam kita bermusik.

Tidak sedikit musisi besar yang awal kariernya dimulai dari nol, memulai karirnya dengan jalan yang beragam ada yang menjadi seorang crew band, pengamen cafe, bahkan pengamen jalanan, penjaga studio, pedagang kecil, dan sebagainya. Maka dari itu, cobalah berpikir realistis, awali dengan yang paling sederhana dimana kamu merasa menguasai dan menghasilkan uang, dari titik ini akan bisa berkembang menjadi pola pikir bahwa kita bisa hidup sambil bermusik sampai musik itu bisa menghidupi kita.

Ini bukan perkara mudah karena berkaitan dengan komitmen dan manajemen waktu ketika kita dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan, berjibaku dengan waktu bersama kesalahan, kegagalan kecil yang menjadi pelajaran besar. Kita juga membiarkan diri kita terbentuk di dalam prosesnya. Semakin banyak kendala semakin kuat diri kita terbentuk.

Di era sekarang, kita akan berjumpa dengan banyak hal yang bisa kita lihat dari musisi profesional atau artis yang juga mempunyai profesi lain selain profesi musiknya seperti seorang desainer, fotografer, videografer, visual art, dan sebagainya. Selain itu juga banyak yang menjadi entrepreneur dari usaha brand clothing, studio musik, bengkel, hingga restauran. Bahkan ada beberapa yang menjadi status pegawai swasta maupun pegawai negeri sipil

Dari hal-hal di atas bisa kita ambil kesimpulan, jika musik lo belum terapresiasi sesuai dengan ekspektasi atau “goals”, karier bermusikmu belum tercapai. Mau nggak mau, kita harus mempunyai sumber penghasilan lain selain dari musik, membiasakan diri denga multiprofesi—menekuni dua atau lebih pekerjaan jika mampu, baik yang sejalan dengan karier musik lo atau tidak sama sekali. 

Hal yang terberat di balik itu adalah pada fase awal memulainya. Seiring waktu, ketika kita memutuskan untuk memulainya, maka otomatis kita akan terbiasa dengan ritmenya. Namun, sedikit banyak yang kita hasilkan tidak akan mengingkari sebuah usaha.

Seiring prosesnya banyak kemungkinan akan terjadi. Karena terbiasa dengan kerja keras, banyak musisi yang kariernya melesat seiring dengan bisnisnya, atau karier musik menjadi konsisten karena beberapa tanggung jawab finansial telah terpenuhi dari hasil profesi yang lain. Tidak menutup kemungkinan adalah hal yang lo bangun dari musikmu akan menjadi kemudahan untuk usaha lo, semisal untuk promosi, pemasaran, akses bisnis, dan semacamnya.

Dari sekian banyak kisah perjalanan musisi, mungkin hal ini bisa menjadi kisah menarik bagi kita karena bagaimanapun skala popularitas dan tingkat kesukesan setiap musisi itu berbeda standarisasinya. Tapi bukan tentang itu saja, melainkan bagaimana cara kita membuat musik kita mempunyai “value” terhadap kehidupan kita. 

Gue juga mencoba berbagi tips dengan cara yang paling sederhana berikut ini:

Mulailah pisahkan pendapatan hasil dari profesi musik lo dengan profesi yang lain; atau pisahkan dengan apa yang didapat dari jatah orang tua. Kemudian, dengan pertimbangan yang matang, buatlah “milstone” atau “goals” kecil untuk menginvestasikan pendapatan bermusik lo dengan membeli aset yang mempunyai nilai investasi, misalnya tempat tinggal atau lahan untuk usaha. Jangan lupa juga untuk dukung pencapaianmu dengan menyederhanakan gaya hidup dan tentukan skala prioritas

Sedikit tips yang terinspirasi dari apa yang diterapkan oleh masyarakat pada umumnya, soalnya masa jaya seorang musisi rata-rata kurang lebih adalah 10 hingga 20 tahun dalam bermusik. Setiap musisi pun memiliki skala popularitas sebagai ukuran kekuatan finansialnya.

Tidak menutup kemungkinan pada suatu masa kita bisa tinggal di rumah yang dibeli dari hasil manggung kita, walaupun dalam jangka yang yang panjang akan selesai dari masa album yang pertama hingga yang ketiga.

Superfriends, lo mungkin bisa menikmati kehidupan bermusik di saat santai minum kopi sambil memainkan gitar di halaman rumah untuk membuat materi album terbaru lo. Suatu saat pula, lo akan mewariskan asetmu kepada anak-anak lo kelak sebagai “legacy”, walaupun lo hanya musisi lokal.

Selain itu, masih banyak lagi cara untuk menginvestasikan musik. Ada juga musisi yang mempunyai visi yang lebih hebat dan menginvestasikan penghasilan musiknya untuk bisnis garmen yang diawali dengan bisnis marchandise-nya. Ada juga yang menginvestasikan pendapatannya membangun label rekaman, media online, event organizer, dan lain-lain. Apa pun bisa terjadi dengan segala usaha, kreativitas, dan kemauan.

Semoga bermanfaat, hidup cuman sekali jadi buatlah hidupmu berarti dengan musik lo!

Image source: Shutterstock

PERSONAL ARTICLE

ARTICLE TERKINI

Tags:

#Generasi Musisi #Musisi #Karier Musik #Supernoize #arief blingsatan

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Point
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Point
image arrow
1 /