Oleh Acum Bangkutaman
Superfriends, kasus perseteruan hukum antara Ahmad Dhani dan Once Mekel menjadi pelajaran bahwa musisi tanah air, terlebih musisi papan atas, harus mengetahui soal hukum, terlebih hak cipta.
Analoginya sama ketika seseorang menjalankan bisnis, membuka rumah makan, atau semudah membeli mobil dan mengendarainya. Selain mereka harus tahu undang-undang lalu lintas, mereka juga harus tahu hak-hak sebagai orang yang berkendara di jalan raya, seperti mendapatkan jalan yang aman, mendapatkan fasilitas rambu lalu lintas yang layak, mendapatkan jalan yang bersih dan lain sebagainya.
Paling tidak di ranah musik, berkaca pada kasus Ahmad Dhani versus Once Mekel, kita harus mengerti bahwa paling tidak ada Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur tentang semua jenis hak cipta, termasuk juga lagu di dalamnya.
Coba kita tilik di Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta yang mengatakan bahwa “Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."
Berkaca pada pasal ini saja, jika semua elemen dari musik mulai dari manajemen artis, penyelenggara acara, dan lembaga manajemen kolektif bisa aware dan menjalankan fungsi monitoring dan lainnya, gue yakin banget nggak akan ada perseteruan Ahmad Dhani dan Once Mekel, Superfriends.
Pertanyaannya, apakah kita benar-benar paham atau telah menjalankan pasal tersebut di atas dengan baik? Gue ingat tahun lalu, sebelum kasus Ahmad Dhani versus Once Mekel, ada kasus Badai, mantan personil Kerispatih yang melarang lagu-lagu ciptaannya dinyanyikan tanpa izin untuk konser reuni, kolaborasi, atau menampilkan dengan Sammy Simorangkir, mantan vokalis Kerispatih.
Kasus lainnya yang tidak berkaitan dengan performing rights namun tetap berada di koridor hukum dan hak cipta yang sempat heboh di tahun 2012 silam adalah ketika Bimo, mantan drummer grup band Netral yang ingin menempuh jalur hukum untuk mencabut nama netral, nama yang dulu didirikannya. Ini buntut dari konflik yang menyeret personel NTRL yang saat itu yang digawangi Bagus, Coki, dan Eno yang tidak sepakat digelarnya sebuah show tribute kepada almarhum Miten, gitaris netral di salah satu acara stasiun TV. Polemik ini akhirnya berimbas tidak baik, nama netral pun diubah menjadi NTRL.
Kasus soal nama band pun juga sempat terjadi pada band Peterpan. Waktu itu, sebagian mantan personelnya, Andika, tidak menginginkan nama Peterpan digunakan lagi oleh Ariel dan personel yang tetap aktif. Akhirnya mereka memilih nama NOAH untuk menggantikan nama Peterpan.
Masalah pendaftaran nama band sendiri saja yang sebetulnya sepele, namun justru penting, sering luput dari para pelaku dan insan musik tanah air. Apalagi bisa merembet juga ke urusan panggung.
Pengamat Hukum Kekayaan Intelektual Dedi Kurniadi mencatat di sebuah artikel tahun 2007 silam bahwa penting untuk melindungi nama grup musik dengan pendaftaran merk sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 UU no.10 tahun 2002 tentang merek. Menurutnya lebih jauh, sebuah grup musik pada pelaksanaannya di industri adalah sebuah brand atau merek jasa yang digunakan dan bergerak di dunia jasa hiburan dan digunakan untuk kepentingan yang bersifat komersil.
Lebih jauh lagi, menurut Dedi, penting untuk membuat sebuah band agreement, sebuah perjanjian tertulis yang dibentuk di antara personel grup musik. Fungsinya adalah melindungi kegiatan internal band itu sendiri, hak dan kewajiban personel, perlindungan nama grup sampai menentukan siapa yang paling berhak atas nama grup tersebut.
Menurut gue, band agreement sendiri juga bisa menjadi kunci untuk menghilangkan skeptisme dan konflik atas apa yang terjadi belakangan ini, soal hak cipta kepemilikan lagu, dan sebagainya. Untuk band sebesar Dewa19, Padi, Noah, dan lain-lain, harusnya mereka telah memilikinya meskipun bukan di awal berdirinya band. Soalnya, band agreement juga bisa dibuat kapan saja. Ini semacam jaminan untuk keberlangsungan band dan personel untuk masa depan, Superfriends. Catat, nih!
Balik ke soal perseteruan hukum antara Ahmad Dhani dan Once, gue melihat bahwa ke depannya, sambil menunggu Undang-Undang khusus Tata Niaga Musik yang entah kapan bisa terwujud, untuk saat ini Undang-Undang Hak Cipta bisa menjadi acuan sementara terhadap kekisruhan yang terjadi di industri musik kita serta relasi antara sesama musisi soal kepemilikan hak cipta.
Image source: Shutterstock
ARTICLE TERKINI
1 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Ani i
12/11/2024 at 10:29 AM