Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Acum Bangkutaman: Mencari Band Buruk yang Berpengaruh

Judul di atas nampaknya berkesan utopis: tidak mungkin terwujud. Karena pada kenyataannya, sebuah band buruk pasti akan mendapatkan citra yang tidak menyenangkan: Tidak dianggap, hanya jadi bahan tertawaan, celaan, kritikan menjatuhkan, sampai yang paling parah: dibuang jauh-jauh!

Semua itu luluh seketika saat gue mendengarkan Philosophy of the World, album debut dari trio kakak-beradik asal New Hampshire, Amerika Serikat bernama The Shaggs. 

Gue memposisikan diri sebagai awam yang mendengarkan sebuah karya rekaman musik ketika mendengar rekaman Philosophy of the World. Gue nggak bisa menikmatinya, bahkan ketika berulang-ulang diputar. Apa yang bisa diharapkan dari gitar yang fals, drum dan bass yang tidak kompak? 

Mendengarkan mereka untuk pertama kali sama seperti mendengarkan anak SD bermain musik, lirik yang banal, tentang hewan peliharaan dan keluarga. Sangat naif dengan kondisi tahun 1969—tahun rilisnya album tersebut—yang menjadi tahun-tahun keemasan hippie. 

Mungkin gue harus menjadi Frank Zappa yang menganggap album ini adalah album favoritnya. Satu kali, sang ikon eksperimental rock ini menyempatkan diri untuk menyanyikan pujian atas keindahan album yang unik ini. Tampil di acara Dr. Demento Show pada awal tahun 1970-an, Frank Zappa ditugaskan untuk memilih beberapa lagu favoritnya. 

Selama episode tersebut, tanpa tertawa atau sedikit pun ironi, ia memainkan beberapa lagu dari Philosophy of the World sambil menegaskan kecemerlangan The Shaggs. Meski hanya rumor, dikabarkan di sana bahwa Zappa bahkan mengatakan bahwa The Shaggs "lebih baik daripada The Beatles." 

Faktanya, gue sendiri nggak melihat esensi bahwa The Shaggs dan album Philosophy of The World meninggalkan banyak tokoh yang mengapresiasinya, sebut saja Kurt Cobain, Jonathan Richman sampai musisi jazz Carla Bley.

Ya Tuhan, esensi apa yang mereka dengar di album ini? 

Kritikus favorit gue, Lester Bangs, bahkan juga menyanjung album ini. Dalam sebuah tulisannya di Village Voice, ia menulis “Bagaimana sound mereka? Sempurna! Mereka gak bisa bermain lick, tapi mereka punya sikap (rock) yang jelas, yang merupakan inti dari rock ‘n roll sejak awal.” 

Bangs juga menyandingkan album Philosophy of the World dengan The Beatles, Bob Dylan, dan Teenage Jesus and the Jerks sebagai “satu dari landmark dari sejarah rock ‘n roll.”

Pada kenyataannya, The Shaggs menjadi subjek yang menarik perhatian pada tahun 1990-an, ketika minat terhadap musik luar meningkat. Mereka dianggap berjasa dalam mempengaruhi musik twee pop dengan mengacu kepada ulasan Pitchfork yang menulis The Shaggs telah meletakkan dasar untuk "faux-naivete" dari twee pop, terutama seperti yang dibawa oleh grup seperti Beat Happening di era 1980-an.

Superfriends, Philosophy of the World bahkan mendapat posisi dalam daftar album-album. Taruh saja peringkat terakhir dalam “100 Album Indie-Rock Sepanjang Masa” menurut majalah Blender, masuk dalam daftar “100 Album Terbaik yang Belum Pernah Terdengar” versi NME, majalah sekelas Rolling Stone pun mengganjar album ini di peringkat 17 dalam daftar “One-Album Wonders.”

The Shaggs adalah band rock Amerika yang dibentuk di Fremont, New Hampshire, pada tahun 1965. Mereka terdiri dari kakak-beradik Dorothy "Dot" Wiggin (vokal dan gitar utama), Betty Wiggin (vokal dan gitar ritme), Helen Wiggin (drum) dan, kemudian, Rachel Wiggin (bass). Musik mereka digambarkan sebagai salah satu yang terburuk sepanjang masa dan sebuah karya yang tidak disengaja.

The Shaggs menggubah lagu-lagu aneh dengan gitar yang tidak disetel, tanda tangan waktu yang tidak menentu, bagian drum yang terputus-putus, melodi yang mengembara ke mana-mana, dan lirik yang belum sempurna tentang hewan peliharaan dan keluarga. 

Rolling Stone menulis bahwa mereka bernyanyi seperti "Penyanyi Keluarga Trapp yang dilobotomi." Sementara musisi Terry Adams membandingkan melodi dan struktur mereka dengan komposisi jazz bebas dari Ornette Coleman.

The Shaggs terbentuk atas desakan ayah mereka, Austin Wiggin, yang percaya bahwa ibunya telah meramalkan ketenaran mereka. Selama beberapa tahun, dia menyuruh para gadis berlatih setiap hari dan tampil setiap minggu di Balai Kota Fremont. The Shaggs tidak tertarik untuk menjadi musisi dan tidak pernah mahir dalam menulis lagu atau tampil. 

Pada tahun 1969, Austin membiayai The Shaggs untuk merekam album Philosophy of the World, yang didistribusikan secara terbatas pada tahun 1969 oleh label rekaman lokal. The Shaggs bubar pada tahun 1975 setelah kematian Austin.

Selama beberapa dekade, Philosophy of the World beredar di kalangan musisi dan menarik perhatian para penggemar termasuk Frank Zappa dan Kurt Cobain. Setelah diterbitkan ulang pada tahun 1980 oleh Rounder Records, album ini mendapat ulasan yang antusias atas keunikannya di Rolling Stone dan The Village Voice. 

Sebuah kompilasi materi yang belum pernah dirilis, Shaggs' Own Thing, dirilis pada tahun 1982. The Shaggs menjadi subjek yang menarik perhatian pada tahun 1990-an, ketika minat terhadap musik luar meningkat, dan mereka dianggap berjasa dalam mempengaruhi musik twee pop. Dot dan Betty bersatu kembali untuk pertunjukan pada tahun 1999 dan 2017; Helen meninggal pada tahun 2006. Sebagai Dot Wiggin Band, Dot merilis album pada tahun 2013 yang berisi lagu-lagu The Shaggs yang belum pernah direkam, Superfriends.

Setelah hampir puluhan kali gue setel rekaman Philosophy of the World, gue baru sadar bahwa album ini punya ‘keindahan terselubung’ yang tidak bisa terdengar pada lima kali pendengaran pertama. Kejujuran lirik dan gitar, ketidaksinkronan antara semua elemen di album ini adalah cermin kejujuran tingkat tinggi yang layak diberi catatan. Ini adalah kanvas bagi semua album rekaman rock eksperimental dan musik-musik rock masa bodoh. 

Di satu sisi, gue juga menemukan kesamaan antara The Shaggs dengan band seperti Velvet Underground yang hanya mengumbar kebisingan di dua albumnya, Velvet Underground & Nico atau White Light/White Heat

Jika gue adalah remaja yang besar di dekade 1960-an, album ini pasti sudah gue buang karena sound bobrok dan kebisingan yang tak bisa ditoleransi. Namun pada kenyataannya, album ini punya semua kesempurnaan dari segenap ekspresi rock ‘n roll ketika kemudian beberapa band seperti New York Dolls, Ramones sampai Nirvana lahir karena album ini.

Gue jadi berpikir: Adakah gue menemukan grup macam The Shaggs dan album Philosophy of the World versi lokal? Apakah itu adalah band seperti Kangen Band yang ketika awal dicaci maki karena kenaifan dan lirik melayu-nya? Atau apakah jatuh ke tangan band seperti Teenage Death Star dengan ekspresi rock garasi seruntulannya? Makhluk seperti Sir Dandy yang terkadang abstrak dengan segala keluguannya? Atau sebetulnya jangan-jangan The Shaggs tumbuh demo-demo berserakan milik band-band punk yang memulai debutnya? 

Apa pun itu, semua cerita di atas tentang The Shaggs membuat gue menilai bahwa tidak ada band yang tidak berpengaruh pada akhirnya. Bahkan jika lo adalah musisi yang memulai kunci pertama sampai menjadi rekaman, beberapa tahun lagi lo akan dikenang sebagai musisi yang berpengaruh. Percaya saja, Superfriends, The Shaggs aja bisa!

Image source: Shutterstock

ARTICLE TERKINI

Author : Admin Music

Article Date : 19/06/2023

Article Category : Noize

Tags:

#The Shaggs #Philosophy of the World #Band Buruk #acum bangkutaman #Supernoize

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Noize

Rudolf Dethu: Muda, Bali, Bernyali

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Perilaku Individu Musik Indonesia di Era ‘Baby Boomers’ dan ‘Gen X’

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Tentang Menjadi Pengkritik Musik

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Sudah Saatnyakah Indonesia Punya Rock ‘n Roll Hall of Fame?

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Berkeliling Eropa Bersama Morgensoll dalam Eternal Tour 2023

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Pentingnya Paham Soal Hukum dalam Industri Musik

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Musisi Bertopeng dan Budaya Asalnya

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Menebak-nebak Masa Depan Vinyl Indonesia

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Catatan Perjalanan: EHG Forever, Forever EHG!

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Noize

Yulio Piston: Akhirnya Bertemu Legions of the Black Light

Read to Get 5 Points
image arrow
1 /

Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive