Musik Indonesia dibangun dari generasi ke generasi, Superfriends. Semua berkontribusi, berperan, bertanggung jawab dan berjasa dalam benang panjang musik Indonesia yang nggak putus dari dulu sampai hari ini.
Ada banyak hal yang berubah seiring perjalanan musik Indonesia. Keterbatasan adalah topik di masa lalu, minimnya populasi band dan keberadaan media musik serta kemajuan teknologi yang belum sekeren hari ini.
Dari tahun 1960-an hingga 1980-an misalnya, kita melihat TVRI hanya menjadi corong media massa layar kaca satu-satunya bagi musisi untuk bisa populer. Banyak perusahaan rekaman yang berlomba-lomba mengambil ceruknya. Hal ini juga terjadi di media cetak. Majalah musik semisal Aktuil berperan seolah menjadi penentu dari apa yang tren, yang bagus dan diamini oleh anak muda pecinta musik saat itu.
Estafet ini diteruskan di era setelahnya dengan munculnya majalah Hai yang populer di era 1980 sampai 1990-an. Gerakan side stream dari media semacam Ripple di era awal 2000-an, dikobarkan lagi secara spektakuler oleh majalah macam Trax dan Rolling Stone Indonesia.
Meski demikian, semangat kebebasan berekspresi yang telah dikobarkan oleh generasi sebelumnya makin meledak-ledak di generasi selanjutnya. Superfriends, seperti yang lo lihat hari ini, ada miliaran lebih band yang muncul dengan karya originalnya, membawa segenap ekspresi yang mungkin belum tentu kita jumpai di generasi sebelumnya.
Kemajuan teknologi menjadi pendorong bagi musisi-musisi dalam berkarya. Rekaman yang dulunya hanya bisa dilakukan di studio rekaman milik perusahaan rekaman, saat ini sudah dengan mudah dilakukan di kamar tidur, menghasilkan entitas-entitas baru yang bernama “bedroom musician”, lahir dari segenap kreativitas musikal dipadukan dengan kecanggihan software perekam musik.
Musisi pun dengan bebas mencipta dan merilis karyanya sendiri, tidak lagi bergantung pada perusahaan rekaman yang bertindak sebagai hakim dan promotor untuk tiap band untuk mencapai sukses. Kemajuan teknologi lagi-lagi menjadi corong kemerdekaan untuk musisi bisa merdeka untuk terdengar secara independen.
Band seperti Dara Puspita atau Guruh Gypsy mungkin satu dari sedikit band yang bisa bermain dan tur ke luar negeri. Namun saat ini, kita bisa menunjuk band yang tidak terlalu populer di tanah air seperti Senyawa yang wara-wiri di panggung-panggung festival di internasional.
Pada dekade 1970-an silam, dari literatur dan riset yang gue baca, festival musik berjalan tanpa karakter yang kuat. Yang terlihat hanya sekadar menampilkan band atau penyanyi yang tampil. Namun saat ini, kita lihat sendiri festival adalah lebih dari sekadar musik yang ditampilkan, ada unsur-unsur lain yang membentuk festival jadi lebih berkarakter.
Menghargai generasi. Mungkin ini adalah cerita usang yang kerap terdengar, terutama ketika generasi tua menganggap kalau mereka lebih berjasa karena mereka ‘membuka jalan’ kepada kemudahan-kemudahan yang terjadi hari ini. Sementara generasi muda yang memandang bahwa generasi sebelumnya adalah kumpulan yang usang dan lapuk juga tidak layak untuk diapresiasi. Mereka tidak sadar bahwa 10 tahun kemudian, mereka akan tergantikan oleh generasi muda dengan kemajuan dan problematika yang akan menantinya.
Kita tidak sadar bahwa apa kemudahan yang kita alami hari ini mungkin akan berubah, bahkan lebih berkembang dengan bentuk yang berbeda.
Tahun ini, band rock legendaris God Bless akan membuka grup rock Deep Purple untuk kedua kalinya setelah di tahun 1970-an. Sudah sepantasnya kita berterimakasih dengan God Bless yang membuka jalan agar musik rock tanah air bisa terdengar di blantika musik rock internasional, namun kita juga tidak bisa menafikan aksi-aksi rock macam Burgerkill yang juga melakukan hal yang sama di genre musik cadas. Pun, grup band macam Barasuara atau .Feast juga layak diapresiasi atas ekspresi-ekspresi dari musik dan lirik yang diamini oleh ribuan penggemarnya. Merekalah penerus tongkat estafet musik rock agar tidak mati.
Pepatah klasik “Tut Wuri Handayani” berlaku di musik Indonesia. Setiap generasi baiknya saling menghargai. Generasi tua selayaknya memberikan dorongan kepada generasi muda sebagai penerus tongkat estafet. Generasi muda pun juga sebaiknya lebih bisa mengenali, mengapresiasi dan menghargai leluhurnya. Ini harus dilakukan agar benang panjang musik Indonesia tidak putus di tengah jalan.
Cara-cara sudah dilakukan, dari tulisan-tulisan sejarah sampai gerakan apresiatif yang dilakukan oleh iramanusantara dengan arsip-arsipnya untuk dikenali generasi hari ini. Saya berharap ada ratusan entitas serupa yang bisa tercipta di tahun ini, juga tahun-tahun selanjutnya yang bisa meneruskan cerita tentang kedigdayaan musik Indonesia dari masa ke masa.
Image source: Shutterstock
ARTICLE TERKINI
8 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Andriyan Yan
05/01/2025 at 15:06 PM
Tiurnatalia Manalu
08/02/2025 at 20:38 PM
MArsin
11/02/2025 at 14:20 PM
wanju sipahutar
14/04/2025 at 21:23 PM
pandapotan sipahutar
15/04/2025 at 16:16 PM
hotmauli tambunan
18/04/2025 at 01:04 AM
Margareth Elisabeth
19/04/2025 at 10:09 AM
dea kamaya tabitha
19/04/2025 at 11:01 AM