Beberapa negara di dunia punya tradisi minum teh. Misalnya, Inggris punya Afternoon Tea dan Jepang punya Sado atau Chanoyu. Nggak cuma negara luar aja, ternyata Indonesia juga punya tradisi minum teh, lho.
Sebagai salah satu negara penghasil teh, Indonesia udah mengenal tradisi minum teh sejak zaman dulu, tepatnya pada masa bangsawan atau keluarga kerajaan. Tradisi tersebut kemudian menyebar dan jadi kebiasaan di masyarakat. Beberapa daerah bahkan punya tradisi minum tehnya masing-masing. Apa aja itu? Simak selengkapnya berikut ini, Superfriends.
Nyaneut, Garut
Menyambut tahun baru Islam, masyarakat Garut biasanya melakukan tradisi minum teh yang bernama Nyaneut. Kebiasaan minum ini berasal pada abad ke-19 ketika ilmuwan Belanda bernama Karel Fredetik Holle membuka perkebunan teh di Cigedud dan Bayongbong. Setelah itu, tradisi ini berkembang di masyarakat Garut, terutama yang tinggal di kaki Gunung Cikuray untuk menghangat tubuh.
Tradisi Nyaneut dimulai dengan memutar gelas teh di telapak tangan sebanyak dua kali, lalu mencium aroma teh sebanyak tiga kali, dan baru boleh diminum tehnya. Sebagai pelengkap, disajikan juga kudapan seperti singkong, ubi jalar, atau ganyong rebus.
Nyahi, Betawi
Betawi punya tradisi minum teh bernama Nyahi yang berasal dari budaya Arab, yaitu Syahi yang berarti ‘teh’. Tradisi ini bisa dilakukan kapan saja dan bersama siapa saja. Ciri khasnya terletak pada penggunaan teh tubruk yang diseduh dalam teko kaleng yang berbahan kuningan. Teh yang disajikan nggak dikasih gula alias tawar. Namun, kalau mau ada manisnya, orang Betawi biasanya menggigit gula kelapa, lalu baru menyeruput tehnya.
Nyahi paling nikmat kalau dihidangkan bersama berbagai kue tradisional, seperti cucur, ape, dan apem. Ada juga yang menyajikan kacang tanah, pisang, atau jagung rebus.
Teh Poci, Tegal
Teh Poci merupakan tradisi minum teh di Tegal yang dilakukan dengan cara menyeduh daun teh di dalam poci, semacam teko yang terbuat dari tanah liat. Proses ini dipercaya bisa membuat aroma teh jadi lebih kuat. Teh yang diseduh dalam poci biasanya lebih kental karena nantinya akan dituangkan ke cangkit yang udah diisi gula batu.
Setelah dituangkan ke cangkir, rasa tehnya pun jadi nasgitel atau wasgitel, yang berarti wangi, panas, legi (manis), dan kental. Teh dalam cangkir tersebut nggak boleh diaduk agar gulanya larut secara perlahan. Konon, hal itu berasal dari filosofi tentang kehidupan yang pahit di awal dan manis di akhir kalau kita mau bersabar.
Setelah teh habis, poci yang digunakan nggak dicuci pakai sabun dan cuma dibilas pakai air. Itulah sebabnya di dalam poci biasanya terdapat endapan bekas teh berwarna hitam. Nah, endapan tersebut dipercaya bisa bikin rasa dan aroma tehnya makin enak, Superfriends.
Patehan, Yogyakarta
Sebagai daerah istimewa, Yogyakarta dipimpin langsung oleh Sultan sebagai gubernur dan Adipati sebagai wakilnya. Itulah sebabnyak kehidupan Keraton Yogyakarta masih hidup sampai saat itu. Mereka juga punya beragam tradisi yang dijaga turun-temurun. Salah satunya Patehan, yaitu tradisi minum teh untuk menjamu keluarga, kerabat, atau tamu Sultan.
Nama ‘Patehan’ berasal dari kata ‘teh’. Patehan merupakan bagian dari dapur kraton yang bertugas menyiapkan teh dan segala perlengkapan untuk keperluan Keraton Yogyakarta. Ritual ini jadi upacara minum teh sehari-hari yang udah diikuti para sultan sebelumnya.
Patehan juga punya proses yang cukup panjang. Air yang digunakan harus diambil dari sumur Nyari Jalatunda dan dimasak dalam ceret tembaga. Setiap bahannya punya takarannya dan cara pengolahan yang udah ditentukan sebelumnya. Salah satunya nggak boleh mengaduk teh saat diseduh agar rasanya nggak berkurang.
Itu tadi beragam tradisi minum teh di Indonesia. Di daerah lo ada tradisi yang sama juga nggak, Superfriends? Ceritain di kolom komentar, dong! (arpd)
ARTICLE TERKINI
Source:Kompas
Please choose one of our links :