Diving di Indonesia bagian barat benar-benar tidak terpikirkan sebelumnya bagi team Super Adventure, biasanya kita selalu pergi ke lautan Indonesia bagian timur yang sudah pasti menjamin dunia bawah laut yang fantastis.
Sering mendengar surfer pergi ke Indonesia bagian barat, seperti Padang di Sumatra, tapi kalau diver sepertinya tidak populer. Begitulah, kami berangkat menuju ke Titik Nol Kilometer Indonesia Barat, tepatnya di pulau Weh, Sabang, Aceh, dengan sedikit keragu-raguan.
Team Super Adventure berpose di Monumen Titik Nol Kilometer Indonesia Barat, Pulau Weh, Sabang, Aceh. Ini menjadi pengalaman pertama kalinya bagi kami menyelami lautan Indonesia Bagian Barat, biasanya kami selalu pergi ke Indonesia Timur yang sudah pasti menjanjikan dunia bawah laut yang menakjubkan.
Pada ekspedisi I Dare Xplore Indonesia kali ini, Erix Soekamti dan Shara Sultana kembali bergabung bersama team Super Adventure. Jadi tugasku merekam video underwater akan lebih ringan, memang lumayan susah menemukan tandem yang sempurna dalam urusan video underwater.
Tapi tahu sendiri kami adalah anak band, meskipun tinggal satu kota, aku dan Erix terhitung sangat jarang bertatap muka meskipun selalu berkirim kabar. Susah banget menemukan jadwal yang cocok, beruntung jika ternyata kita satu event dan bisa haha-hihi di backstage.
Aerial shot Monumen Titik Nol Kilometer Indonesia Barat, Pulau Weh, Sabang, Aceh.
Sebelum perang dunia kedua, Sabang adalah pelabuhan dagang yang sangat termasyhur, konon bersaing dengan Singapura, makanya banyak sekali peninggalan bersejarah di kepulauan Sabang ini, dari lanskap arsitektur bahkan hingga di dasar lautnya.
Kepulauan Sabang juga sangat hijau, kata sopir yang mengantar kami, hampir setiap bulan ada hujan minimal sekali meskipun kemarau. Hijaunya kepulauan Sabang lumayan cukup untuk menghalau udara panas di wilayah paling barat Indonesia ini.
Ketika Banda Aceh diterjang tsunami pada akhir 2004, sebagian kecil kawasan di Sabang juga terdampak bencana tersebut. Dive guide kami bercerita bahwa tsunami juga mempengaruhi ekosistem lautan di pulau di Sabang.
Topografi bawah laut di Sabang sangat unik dan khas, terdiri dari bebatuan besar yang seperti tertata rapi. Hal ini disebabkan karena kepulauan ini adalah kepulauan vulkanik, batu-batu itu adalah muntahan atau longsoran gunung-gunung berapi yang sudah tersusun barangkali ribuan tahun lalu.
Di samping beberapa taman karang rusak, juga ada beberapa spesies yang sekarang jarang sekali terlihat, seperti; whale shark dan hammer head.
Di pulau Weh kami memilih Lumba-Lumba dive center untuk melayani kami, Lumba-Lumba adalah dive center pertama di pulau weh yang didirikan oleh orang Prancis-Belgia 20 tahun lalu.
Ini juga pengalaman pertama bagi team Super Adventure memilih layanan dive center milik orang asing karena memang tidak ada dive center lokal di sini, ironis bukan?
Sea fan di beberapa dive spot di lautan Weh sangat massive dan besar-besar sekali, beberapa umurnya pasti sudah lebih dari 50 tahun. Bayangkan jika sea-fan itu hancur, butuh berapa lama untuk tumbuh kembali?! Ayo kita jaga bersama.
Resort Lumba-Lumba menghadap pantai Gapang yang berpasir putih nan lembut, luas, dan bersih lagi. Bermain-main di pinggir pantai Gapang bersama beberapa anjing dan monyet yang berkeliaran menghancurkan imajiku tentang Aceh yang ketat karena menganut hukum syariat Islam.
Pertama kali nyemplung, kami langsung diajak ke Bate Tekong dan kami sangat kaget! Surprise!!! Pikiran underestimate tentang underwater Indonesia bagian barat yang mengganggu sejak keberangkatan langsung hancur.
Ternyata tidak kalah juga dengan Indonesia bagian timur?! Banyak sekali ikan berbagai jenis berhamburan di dive site ini, coral-nya juga sehat dan warna-warni. Di dinding-dinding bebatuan sea-fan tumbuh massive dan gede-gede banget, menandakan umur tetumbuhan itu jelas melebihi usiaku. Benar-benar dive-site yang recomended!
Lanskap berupa lorong-lorong bebatuan juga bisa kita jumpai di Weh, tepatnya di dive site bernama Canyon.
Selain Bate Tekong, masih ada Rubiah Sea Garden dan The Canyon yang menjadi dive site favorit di pulau weh. Di Rubiah Sea Garden menjanjikan taman coral yang luas penuh warna. Sementara The Canyon menyajikan topografi dengan lorong-lorong yang unik.
Topografi di beberapa dive site di Weh memang sangat khas, terdiri dari bongkahan batu-batu besar yang seperti tertata rapi. Hal ini disebabkan karena memang kepulauan Sabang adalah kepulauan vulkanik.
Jadi batu-batu itu adalah longsoran atau muntahan dari gunung berapi, bisa jadi sudah tersusun sejak ribuan tahun lalu. Bahkan di dive site Hot Spring, kita bisa merasakan jacuzzi di bawah laut oleh gelombang uap panas yang menyembur dari perut bumi.
Moray Eel di Sabang mempunyai motif bintik-bintik yang unik.
Perpaduan ini benar-benar menjadi pengalaman yang sangat mewah dan cinematic buat kamera kami.
Hal yang membuat kami heran adalah warna-warna ikan dan coral di sini berbeda dengan di Indonesia bagian timur. Di sini motif dan warnanya berbeda, bahkan beberapa spesies ada kesan warnanya seperti memudar.
Tapi beberapa spesies lain warnanya lebih tajam dan motifnya sangat unik dan khas. Mungkin karena lautan Aceh selalu panas dan tidak pernah dilewati gelombang arus dingin dari Australia seperti di lautan Indonesia bagian timur.
Atau jangan-jangan ini memang penanda coral bleaching akibat meningkatnya suhu bumi?! Sedih dong, kalau memang demikian.
Di pulau Weh juga terkenal dive site yang iconic, yaitu Sophie Rickmers Wreck yang karam tak jauh dari pantai Gapang. Kisah Sophie Rickmers tak lepas dari pecahnya Perang Dunia II di Eropa.
Waktu itu banyak kapal niaga Jerman yang beroperasi di wilayah Hindia Belanda, atau Indonesia saat ini. Ketika Nazi menginvasi Eropa Daratan termasuk Belanda pada 1940, pasukan Belanda di Indonesia banyak yang marah dan menyita kapal-kapal itu.
Hampir semua kapal niaga Jerman yang jumlahnya belasan berhasil diambil alih oleh Belanda, kecuali Sophie Rickmers, karena awak kapalnya memilih untuk menenggelamkan kapal mereka sendiri lengkap dengan semua barang yang diangkutnya.
Beberapa dive site kita jumpai biota laut yang seperti pudar warnanya, apakah ini pertanda meningkatnya suhu bumi yang berdampak pada coral bleaching? Sedih sekali jika memang demikian, saatnya kita bersama-sama menemukan solusi untuk masalah ini.
Sophie Rickmers sekarang berada di dasar laut di pulau Weh dan menjadi dive site iconic. Untuk menyelam ke sana dibutuhkan teknik deep and deco dive dan harus ditemani guide yang berpengalaman.
Kedalaman haluan kapal 43 meter dan posisi buritannya di 70-an meter. Kapal itu tenggelam dalam posisi miring di lereng laut. Seorang diver asal Jepang pernah tewas di sana karena serangan nitro-narcosis dan tewas dengan meninggalkan tabung dan perlengkapan diving di geladaknya, hingga kini tabung itu masih ada.
Ketika kami turun laut sangat keruh dan berwarna hijau dengan partikel-partikel berhamburan, jarak pandang kamera kami saat itu hanya sekitar 5 meteran. Begitu sampai di haluan kapal kami melihat Sophie Rickmers benar-benar merupakan kapal cargo yang gede banget.
Bentuknya masih lumayan utuh namun sudah diselimuti biota laut di hampir seluruh permukaannya. Anehnya banyak sekali ikan-ikan kecil bergerombol di sekeliling kapal pada kedalaman seperti itu.
Sayangnya kamera kami tidak mampu menangkap profile seluruh kapal untuk menggambarkan besarnya Sophie Rickmers karena visibility yang buruk.
Secara umum bisa dibilang kami sama sekali tidak mendapatkan underwater-visibility yang sempurna selama 5 hari di Sabang, entah karena musim yang tidak tepat atau karena hampir setiap malamnya selalu turun hujan.
Tapi meskipun demikian tidak mengurangi sensasi dan pengalaman yang kami dapat dari dunia bawah lautnya. Justru malah membuat kami ingin datang kembali ke kepulauan yang cantik ini, apalagi rasa kuliner di Aceh sangat menggugah selera.
ARTICLE TERKINI
Author :
Article Date : 01/02/2020
Article Category : I Dare Explore Indonesia
0 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Please choose one of our links :