Close burger icon

HELLO THERE, SUPER USER !

Please Insert the correct Name
Please Select the gender
Please Insert the correct Phone Number
Please Insert the correct User ID
show password icon
  • circle icon icon check Contain at least one Uppercase
  • circle icon icon check Contain at least two Numbers
  • circle icon icon check Contain 8 Alphanumeric
Please Insert the correct Email Address
show password icon
Please Insert the correct Email Address

By pressing Register you accept our privacy policy and confirm that you are over 18 years old.

WELCOME SUPER USER

We Have send you an Email to activate your account Please Check your email inbox and spam folder, copy the activation code, then Insert the code here:

Your account has been successfully activated. Please check your profile or go back home

Reset Password

Please choose one of our links :

Kepada tim SuperMusic ID, J.A Verdijantoro (Otong) dan Leon Ray Legoh (Leon) dari Koil bicara soal muatan negatif yang dibawa dalam tubuh Koil, lirik lagu dan betapa jarangnya mereka mendengarkan musik dalam keseharian mereka.

Kalian pernah mengatakan salah satu alasan Koil tetap bertahan adalah karena belum ada band yang dari segi lirik, musik, genre dan produksi setara dengan kalian. Kenapa kalian terkesan menginginkan adanya regenerasi dari Koil?

Otong: Kita memang ingin ada band yang bisa menyamai Koil dari segi lirik dan genre. Memang begitu sih, karena kita merasa enggak punya warisan.

Leon: Kayaknya memang belum ada sih. Dari jaman dulu sampai sekarang, memang enggak ada yang mirip sama kita. Mungkin yang meniru dan pengen seperti Koil itu ada, tapi kalau yang naik belum ada. Band kecil yang mirip koil kayaknya ada, tapi konsistensinya beda. Untuk genre ini kita enggak ada saingan.

Otong: Mungkin ada, tapi kita enggak tau.

Kalian memang memperhatikan scene musik jaman sekarang atau kah cuma mengetahui hal tadi dari sependengaran kalian?

Otong: Banyaknya sih ada orang yang ngomong ke kita, kenapa enggak ada yang kayak koil. Apanya yang enggak ada? Memang yang kayak Koil teh yang gimana? Itu si The S.I.G.I.T bagus, dibandingin sama kita mah masih muda. Spiritnya sangat edan. Terus orang bilang, The S.I.G.I.T tuh enggak kayak Koil. Mereka minta yang satu genre. Kadang ada yang ngajak main Koil di kota lain, lalu mereka tanya, yang kayak Koil siapa lagi? Nah, kita enggak bisa jawab. Justru kita tanya balik, band yang mirip Koil siapa? Ya, memang belum ada.

Leon: Kalau mantau banget enggak pernah juga. Di Bandung band yang naik daun orangnya itu-itu lagi. Sepantauan kita sih enggak ada.

Otong: Atau ada? Atau kamu tau ternyata ada?

Nampaknya enggak ada.

Otong: Nah, itu jawabannya. Kenapa enggak ada? Kita juga enggak tau (tertawa).

Atau mungkin mereka takut kalah bersaing dengan kalian?

Otong: Enggak mungkin, sih. Bersaing dengan Koil? Mau bersaing apanya?

Leon: Enggak produktif, manggung juga jarang.

Otong: Kita juga enggak sering menulis lagu. Sebutin hal yang minus dari sebuah band aja, Koil punya itu semua. Jadi kalau untuk disaingin, kayaknya gampang banget (tertawa).

Kalian punya banyak muatan negatif dan membawa itu semua dalam virus yang menginfeksi banyak orang dan susah sembuh. Apa mungkin secara tidak langsung muatan negatif itu justru menarik untuk orang lain?

Otong: Nah, kita tidak pernah melakukan hal itu. Kita tidak pernah melakukan branding. Siapa yang melakukan, kita enggak pernah tau. Coba perhatiin, band lain di Twitter atau Facebook mereka branding, kan. Band tuh kayak perusahaan. Jaman sekarang band pada pinter. Mereka enggak punya album baru, mereka bikin akustikan kecil-kecilan di mana, bikin secret gigs. Pokoknya kalau kita cukup memerhatikan musik independen, itu teh kreativitasnya edan. Band jaman sekarang kreativitasnya edan, meskipun skalanya kecil-kecil. Kita mah fosil. Kita berdua enggak ngikutin musik, dengerin musik aja jarang. Kita tuh enggak musikal. Lagunya Tulus aja sampai sekarang kita belum denger dan enggak tau kenapa. Tapi, kalau kamu nanya ke kita berdua harga cabe berapa, kita mah tau. Sebagai musisi kita tuh palsu.

Leon: Sebagai musisi, hal yang kita kerjakan untuk mendukung pekerjaan itu sangat sedikit. Kita mah realistis aja, dapatnya dari sini, ya porsi gedenya di sini. Kalau yang lebih musik mungkin dua personil kita yang lain.

Otong: Adam lah yang paling musikal. Musikalitasnya lebih tinggi dari kita.

Kalau kalian tidak mengikuti musik jaman sekarang, apa yang sehari-hari kalian dengarkan?

Otong: Kita enggak pernah dengerin lagu. Hampir sama sekali. Lu dengerin lagu kapan?

Leon: Ya… kapan ya?

Otong: Di mobil kayaknya. Itu pun kalau kita dengerin di mobil, kita hanya mendengarkan CD yang kita punya dan itu dibeli tahun 1996 atau 1998.

CD apa yang biasa kalian dengarkan di mobil?

Otong: Aku dengerinnya musik 1980-an. Culture Club, Duran Duran, kayak gitu lah.

Dan itu semua berpengaruh ke musik Koil itu sendiri?

Otong: Ngaruh banget. Leon dengerinnya jazz sama prog-rock 1970-an dan 1980-an, kayak Pink Floyd.

Justru sekarang generasi saya banyak yang kembali mendengarkan jenis musik itu. Mungkin ini salah satu alasan kenapa Koil punya banyak penikmat? Karena selera terus berputar?

Otong: Berarti kita futuristik, ya (tertawa). Ya, nampaknya begitu. Mudah-mudahan saja begitu. Intinya, musik kita memang sangat 1980-an. Sound gitarnya, keyboard dan aku nyanyi pun sangat 1980-an. Yang sangat modern dan futuristik sebetulnya adalah sound drum. Ketika semua itu bersatu dalam musiknya Koil, kita enggak bisa ngomong ini musik 1980-an. Da teu kitu. Dibilang musik 1990-an, enggak gitu juga. Orang mungkin mendekatkannya ke Nine Inch Nails atau Rammstein. Tapi sebenarnya itu sangat jauh berbeda. Kita juga enggak bisa mendeskripsikan musik kita kayak gimana. Kalau ada anak muda yang muji kita senang-senang aja. Kita enggak tau apa memang kita membuat sesuatu yang bagus, atau lu yang seleranya bagus, atau dua-duanya, atau dua-duanya jelek juga.

Leon: Atau mungkin ada yang manas-manasin buat suka sama musik kita. Kan kita enggak tau.

Di luar sarunya interpretasi lirik lagu, bagi saya pribadi lirik lagu Koil memiliki kesan kelam.  Realitas yang diangkat rata-rata dari sisi gelap. Kenapa begitu?

Leon: Mungkin karena dia galau (sambil tertawa dan melirik ke arah Otong).

Otong: Kenapa, ya? Enggak tau kenapa.

Leon: Interpretasi orang beda-beda sih. Kalau gue yang dengerin, menurut gue enggak gelap. Kalau album Megaloblast, gue rasa memang kelam. Album Blacklight menurut gue paling terang. Interpretasi gue sih, justru lagu-lagu ini yang membuat orang keluar dari kekelaman. Ulah galau (tertawa). Interpretasi orang soal lirik memang beda-beda, ya. Lirik lebih personal, susah untuk diobrolin.

Koil memiliki lagu-lagu yang bercerita tentang kejelekan negara. Kira-kira, apa yang bakal kalian rasakan waktu mendengarkan kembali lagu-lagu itu di saat keadaan Indonesia jauh lebih baik dari saat ini di masa depan?

Leon: (tertawa) Bagus kayaknya. Mungkin kalau ada orang yang suka teori atau ahli sejarah musik, ‘Oh, ini lirik Koil cerminan Indonesia di tahun sekian’. Akhirnya nanti orang bisa berkomentar, Koil bisa memotret keadaan Indonesia di tahun sekian.

Otong: Yang pasti kita enggak pernah protes. Sebagian musisi yang menonjolkan sisi sosial dan politik di lagu-lagunya, biasanya memprotes keadaan sekitar. Kalau kita bikin lirik, ya, kita menjabarkan keadaan. Keadaannya gini. Terima aja.

Apa tidak ada yang kalian harapkan dari lirik-lirik seperti itu?

Otong: Mungkin yang kami harapkan kalau orang denger, orang itu punya pikiran positif… Kayak lagu “Aku Lupa Aku Luka”, ya, gue tuh babak belur, bisa babak belur dari putus cinta, dipecat dari kerjaan atau gimana. Dari judulnya aja jelas, ya. Yauwis, dijalanin aja, enggak usah cengeng. Walaupun tidak dikonsepkan, konsepnya ke sana. Cuma enggak tau, bagi yang mendengarkan artinya jadi apa, ya terserah, lah. Maraneh rek ngartikeun naon ge kumaha sia (tertawa). Kita enggak mengarahkan.

Leon: Kita punya lirik, ‘Ini negara bodoh yang sangat aku bela’. Kita enggak protes di situ, kita justru membela, kan? (tertawa). Kita enggak komplain. Kalau dibilang protes, kita mah enggak protes. Mau kita dibilang band perlawanan atau band optimis, ya, terserah. Gue juga enggak tau arti sebenernya waktu dia bikin lirik apaan. Kita juga enggak pernah mengklarifikasi.

Di sisi lain memang ada musisi lain yang menyatakan diri mengusung musik protes. Menurut kalian, apakah bentuk protes mereka memberikan pengaruh untuk lingkungan dan sekitar mereka?

Otong: Ilustrasinya gini, Iwan Fals sudah berkarir selama 40 tahun dengan lirik-lirik protesnya, ada bedanya enggak? John Lennon udah dari tahun berapa enggak tau lah, ada bedanya enggak? Menurut gue enggak. Mau protes atau gimana itu hak setiap musisi buat mengeluarkan bentuk seni dari diri mereka. Apakah itu merubah dunia? Menurut gue sih enggak. Apakah dunia perlu dirubah juga? Nya teu oge sih, bae weh lah.

Leon: Mau lagu religi ada berapa juta pun, kayaknya enggak ngaruh.

Jadi, apakah bisa ketika seseorang ingin merubah keadaan dan memengaruhi orang di sekitarnya lewat musik?

Otong: Bisa, tapi itu bukan kita. Mungkin pengaruhnya gede. Mungkin lagu-lagunya Iwan Fals dan Slank memberikan semangat hidup buat pendengarnya. Anak muda yang mau korupsi gitu, ya, mendengarkan lagu Iwan Fals jadi enggak korupsi. Hal-hal kayak gitu enggak akan kalian dapatkan di Koil. Negara ini sebagaian besar penduduknya enggak suka sama korupsi dan koruptor segala macem. Kalau Koil yang bikin lirik, kita mah suka sama koruptor, kita mah mendukung korupsi. Kenapa? Yak an itu mah lirik. Lirik gue mah suka-suka gue aja. Biar keren gitu. Lirik lagu memberantas korupsi, membenci koruptor atau melakukan perlawanan terhadap korupsi itu enggak keren. Yang keren mah lirik tentang mendukung korupsi. Kenyataan dalam sebuah lirik itu enggak penting, yang penting lirik itu bisa bikin musik jadi lebih keren.

Foto: huruhararian.files.wordpress.com, candatawa.com, satugen.com

ARTICLE TERKINI

Author :

Article Date : 25/09/2015

Article Category : Super Buzz

Tags:

#Koil #Interview

0 Comments

Comment
Other Related Article
image article
Super Buzz

Lalahuta Cerita tentang Patah Hati di Single Terbaru 1 2 3

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

The Rain Rilis Single Mengembara, Rayakan 22 Tahun Berkarya

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Suara Kayu Lepas Single Terbaru Berjudul Rekat

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

D’Jenks Rilis Musik Video Reggae Reseh, Penghormatan untuk Kebayoran

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Yovie Widianto Bentuk Supergrup SEMVA, Rilis Single Sumpah Cintaku

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Gugun Blues Shelter Lepas Single Terbaru Berjudul Don’t Cry For Me

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Sarah Barrios Rilis Lagu Singkat Serba Nyeleneh Berjudul Bitter Bitches

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Ganti Nama, Club Mild Lepas Single Baru Bertajuk Sun Gazer

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Ranu Pani Mengajak Berimajinasi di Album Terbaru Berjudul Inklusi

Read to Get 5 Points
image arrow
image article
Super Buzz

Umumkan Album Baru, Neck Deep Rilis Single Berjudul “It Won’t Be Like This Forever”

Read to Get 5 Points
image arrow
1 /

Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive