Dari bandara Sam Ratulangi di Manado, kami langsung menumpang pesawat ke Surabaya dan menuju Jember. Padahal baru saja kami selama seminggu mengarungi Laut China Selatan, mendata Pulau-Pulau Kecil Terluar di ujung Sulawesi. Kami disambut cuaca kurang bagus di akhir tahun, dan memilih memakai perahu jukung kecil untuk mengarungi Samudera Indonesia.
Teks & Foto: Bernard T. Wahyu Wiryanta
ÂÂÂ
Perahu selebar tidak lebih dari satu meter ini mempunyai masing-masing batang kayu atau bambu di kanan kirinya, jadi akan stabil dan aman ketika menghadapi gelombang besar di Samudera Indonesia di selatan Jawa Timur. Saya menolak pinjaman perahu besar dan speedboat oleh teman dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jawa Timur, karena perahu demikian akan beresiko dan susah mendarat di pantai Nusa Barung yang banyak karang dan terjal. Belum lagi ombaknya yang tiap saat bisa menghempaskan kami ke dinding karang.
Sebelum berangkat, saya membuka Google Earth dari laptop dan mempelajari kondisi Nusa Barung. Teman dari BKSDA menunjuk sebuah teluk, dan menyarankan untuk mendarat disana. Teluk Kandangan. Maka kami segera menyiapkan logistik, untuk menginap di Nusa Barung yang berstatus sebagai Cagar Alam.
Kabut tipis masih menyelimuti permukaan laut yang tenang ketika kami mulai mengangkat dua jukung ke bibir pantai. Beberapa nelayan mendaratkan perahunya dan mengangkut ikan tangkapan semalam. Kami segera menaikkan semua logistik dan peralatan. Satu, dua, tiga . . . . perahu kami dorong ke laut dan mesin meraung, mulai membelah laut di Pantai Selatan Jember.
Satu jam pertama, ombak masih bersahabat. Setelah kami berada di sisi selatan Nusa Barong dan langsung berhadapan dengan laut lepas Samudera Indonesia, barulah gelombang tinggi menyambut kami. Dua perahu kami kemudian menyusuri pinggiran pulau yang bertebing tinggi, ombak menghempas dinding-dinding pulau. Setelahnya, batu-batu karang yang terpisah dari pulau utama Nusa Barong karena abrasi menyuguhkan pemandangan yang cantik. Beberapa mirip bentuk gajah dan dinamai batu gajah, lainnya mirip layar, dan bentuk-bentuk eksotis lainnya.
Perahu beberapa kali terhempas, dan air laut bergatian, kadang berada dibawah kami ketika kami menaiki gelombang dan kadang permukaan gelombang menghalangi pandangan kami karena bisa setinggi lebih dari 3 m. Saya tetap menyimpan kamera DSLR saya, dan sebagai gantinya, saya merekam menggunakan sabak elektronik.
Setelah dua jam menyusuri samudera indonesia di sepanjang sisi Nusa Barung kami samai pada sebuah celah yang diapit tebing batu di kanan kirinya. Ombak tinggi beberapa kali menghempas dinding tebing. Kami berencana memasuki celah itu, dan hanya punya kesempatan sekali untuk melewatinya. Di tengahnya merupakan pertemuan dua arus, yang ketika kami berada disana pas dua arus bertemu, maka kami akan terhempas ke salah satu diding batunya. Jadi kami harus berhitung. Saya berada di jukung pertama dengan nahkoda yang belum berpengalaman, jadi kami bertukar nahkoda. Arus dari dalam celah menuju keluar, satu, dua, tiga, empat kali, kemudian arus dari luar memasuki celah, bertemu dengan arus kelima tepat ditengah celah. Pertemuan dua arus tadi menyebabkan tabrakan dahsyat dan buyar menghantam dinding celah. Saya bisa membayangkan jika perahu kami tepat berada disana.
Kemudian kami masih mengamati dalam ayunan gelombang sekali lagi. Setelah tabrakan kedua arus ditengah, kemudian dari arah kami masuk lagi gelombang besar mengarah ke celah tadi. Nahkoda tiba-tiba berteriak “Majuuuu!†maka mesin jukung kami meraung keras dengan kecepatan penuh menaiki puncak gelombang menuju celah batu tadi, kami semua mengencangkan tali safety life jacket dan berpegangan di pinggiran jukung yang bergetar. Gelombang yang kami naiki terus melewati celah, dan arus dari dalam belum juga muncul, kemudian gelombang berhenti, laut tenang, angin berhenti dan kami sampai dibalik celah di semacam oase berbentuk lingkaran, di pantainya puluhan rusa berdiri mengamati kami, kemudian berlari. Perahu mendekati bibir pantai yang penuh pepohonan rindang. Kami mendarat di pantai Teluk Kandangan yang sejuk dan berpasir bersih.
Setelah semua logistik turun, awak kapal segera menjalankan perintah, membuat basecamp dari terpal di pinggir pantai, sementara itu saya menyiangi bumbu dan memasak nasi.
Sambil menunggu masakan siap, saya segera menggantung hammock disebuah pohon dan “menikmati hidupâ€ÂÂ. Beberapa ekor kelomang menghibur kami di pantainya. Kicauan burung juga beradu dengan gemerisik angin yang meniup dedaunan. Suara ombak yang menerpa pasir kemudian membuat kami mengeluarkan google, dan saya segera saja sudah berada di dasar oase Teluk Kandangan menikmati dasar lautnya dengan teman kamera underwater.
[bacajuga url=16897]
Sehabis makan siang dengan ikan asin dan sambal terasi, saya mencoba berkeliling pantai mengikuti jejak Cervus timorensis alias rusa yang tadi berbaris menyambut kami di pantai. Air surut, jadi saya bisa berjalan tanpa halangan. Di beberapa pohon, saya disuguhi keindahan bunga anggrek Vanda tricolor  yang sedang mekar sempurna. Beberapa ekor kera ekor panjang (Macaca fascicularis) mengamati saya dari atas pohon sambil mengunyah dedaunan.
Setelah salah satu awak kapal sholat asar kami sebera menyiapkan logistik dan menyusuri jalanan menembus hutan di Nusa Barung. Dua awak menjaga Basecamp. Dan kami mulai menuju Pantai Ndok-ndok’an untuk menjaga penyu hijau (Chelonia mydas) bertelur. Kami harus menyusuri hutan dataran rendah selama kurang lebih 4 jam, melompati 6 bukit dan menyusuri pantai berpasir putih, atau kadang tebing karang. Di beberapa pantai kami sudah menemui jejak pendaratan penyu. Dan di Pantai Gajah, kami berhenti sejenak untuk menikmati sunset yang indah diiringi dengan deburan ombak samudera indonesia. Di laut, ada sebuah batu yang berbentuk mirip gajah, itulah yang membuat pantai ini dinamai Pantai Gajah.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan dalam gelap, dengan masing-masing membawa senter. Setelah menaiki satu bukit lagi kami kemudian sampai di Pantai Monyet, pantai terakhir sebelum Pantai Ndok-Ndok’an. Kami beristirahat disini menunggu malam. Sekitar jam 22.00-24.00 WIB nanti baru kami akan patroli. Rudi dan anak buahnya dari BKSDA kemudian menggali pasir di bawah rimbunan pandan pantai. Lubang tadi sepanjang tubuhnya dan muat untuk dua orang, mereka berdua kemudian merebahkan badannya dan menutupi dengan raincoat. Hujan turun, tiga teman seperjalanan kami kemudian membuat bivak darurat dari ranting dan dedaunan. Saya duduk bersandar di pohon tumbang dengan berselimutkan raincoat mencoba memejamkan mata. Kami tidak menyalakan api disini supaya para penyu mau mendarat.
Pukul 21.45 WIB gerimis mereda, langit gelap gulita dan kami mulai melanjutkan perjalanan tanpa cahaya, meraba halusnya pasir pantai yang kami lalui. Setengah jam berikutnya kami sampai di Pantai Ndok-Ndok’an. Ndok dalam bahasa jawa artinya telur. Jadi Pantai Ndok-Ndok’an artinya pantai tempat bertelur. Dan benar saja, disana kami dapati 4 ekor penyu hijau berukuran besar sedang berusaha menggali pasir pantai untuk bertelur. Kami sementara tidak mengganggu mereka terlebih dahulu, mungkin masih ada beberapa yang akan mendarat, dan bisa mengurungkan niatnya untuk bertelur jika melihat kami. Maka di balik rerimbunan pohon kami kembali “bersembunyiâ€ÂÂ. Saya mencoba cara Rudi untuk istirahat, dengan menggali pasir pantai seukuran tubuh saya, merebahkan diri dan tertidur pulas sampai jam 01.00 dini hari ketika Rudi membangunkan saya untuk menggali telur penyu dan memindahkan ke tempat yang aman.
Di Nusa Barung, menurut Rudi bisa puluhan penyu hijau bertelur tiap malam. Satu ekor penyu bisa bertelur antara 80-150 butir. Namun sayangnya telur penyu inibanyak dicuri oleh beberapa warga untuk dijual. Harga di pasaran Rp 3.000 per butir. Beberapa warga sudah dijerat dengan undang-undang konservasi tapi tidak kapok. Jadi kami memindahkan telur penyu ini ke tempat lain. Jika saja selamat dari tangan jahil manusia, kadang predator lain seperti biawak juga sering mengobrak-abrik sarangnya dan memangsa semua telur.
Kami membuat lubang lain dengan jarak 1 jam perjalanan dari asal telur tadi, ditempat yang aman. Selanjutnya kami kembali menyusuri jalanan pulang. Sampai di Basecamp kami sarapan pagi dan berkemas. Angin berhembus tenang, tapi diluar celah di hadapan kami, gelombang samudera Indonesia siap menyambut kami. Seperti saat kami masuk.
Jukung kami berjalan pelan mengelilingi oase Teluk Kandangan menunggu arus keluar yang bisa kami ikuti. Kali ini sekelompok Macaca fascicularis diam dalam dahan pohon memperhatikan kami. Mungkin mereka yang berjudi, melihat kami apakah akan selamat atau tidak melewati celah ini. Setelah arus dari luar masuk dan pecah ditengah bertabrakan, kemudian muncul arus dari arah kami mengarah keluar, arus pertama yang bisa kami tumpangi. Maka Nahkoda perahu kami segera menarik tuas gas sampai penuh dan mesin meraung tinggi, mendorong jukung mengikuti arus keluar. Saya melihat dinding batu di kanan dan kiri jukung yang menjulang tinggi. Sebelum lepas dari celah, kemudian 8 ekor lumba-lumba mengawal kami sampai ke laut lepas, dan gelombang samudera Indonesia menyambut jukung yang kami tumpangi. Saya menengok ke belakang, ke sekumpulan kera ekor panjang yang kecewa. Dengan sabak elektronik saya kemudian mengabadikan sekumpulan pengawal kami dari dasar laut ini. Setelah kami aman di lautan, lumba-lumba tadi kemudian muncul sekali lagi dan bergerak menjauh meninggalkan kami.
Di depan kami kemudian muncul semburan air dari permukaan laut yang bergelombang. Tidak lama kemudian sumber semburan air tadi muncul ke permukaan, menimbulkan gelombang yang lebih besar, ikan paus.
Setelah pertunjukan ikan paus di hadapan kami tadi, kemudian kami masih harus meniki “wahana†samudera Indonesia selama kurang lebih 2,5 jam. Kami mengambil rute lain lagi mengelilingi Nusa Barung berlawanan arah dengan jarum jam.
Di Pantai Puger, tempat kami mendarat, mobil jemputan yang kami sewa sudah menunggu untuk mengantar kami menyusuri pantai selatan menuju Trenggalek. Di Trenggalek kami masih akan berperahu di Samudera Indonesia menuju Pulau Sekel dan Panihan. ***
ARTICLE TERKINI
Author :
Article Date : 20/01/2016
Article Category : Wilderness
0 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Please choose one of our links :