Lo pernah kepikiran buat muncak pas akhir tahun atau awal tahun? Emang sih, libur panjang di bulan Desember–Januari itu menggoda banget buat dipakai mendaki gunung. Tapi lo perlu tau satu hal penting: itu adalah puncak musim hujan di Indonesia.
Nah, musim hujan ini bukan cuma soal gerimis manja tapi hujan deras nonstop, tanah longsor, kabut tebal, dan banyak potensi bahaya lain yang ngintai. Makanya, sebelum lo nekat mendaki saat musim hujan, artikel ini bakal kasih lo gambaran kenapa momen itu sebetulnya bukan waktu yang tepat buat muncak.
Risiko di jalur pendakian jadi naik berkali lipat, dari mulai licin parah, cuaca ekstrem, sampai kemungkinan lo kejebak dan susah dievakuasi. Yuk, simak alasan-alasan yang bikin lo harus mikir dua kali sebelum mendaki di musim hujan!
Alasan Bahayanya Mendaki di Desember–Januari
1. Hujan Deras Bikin Tanah Labil dan Potensi Banjir Bandang
Saat masuk Desember dan Januari, hujan bisa turun nyaris tiap hari, bahkan bisa seharian penuh tanpa jeda. Di gunung, ini bukan cuma bikin lo basah kuyup, tapi juga ngebuat tanah jadi gembur dan gampang longsor.
Apalagi di jalur yang miring dan berbatu, kondisi ini jadi sangat rawan buat pendaki. Nggak jarang juga aliran sungai kecil di tengah jalur naik tiba-tiba meluap karena hujan deras di hulu. Lo bisa aja kejebak di tengah-tengah jalur yang awalnya cuma aliran kecil, tapi berubah jadi arus deras dan susah dilewatin.
Musim hujan bikin medan berubah drastis, dan banyak kasus pendaki harus dievakuasi karena longsor, jalur ambles, atau bahkan terseret arus. Jadi, bukan cuma soal licin, tapi juga nyawa yang dipertaruhkan.
2. Cuaca Ekstrem dan Visibilitas Rendah
Kalau lo kira hujan adalah satu-satunya masalah, lo salah besar. Cuaca di gunung itu berubahnya cepat banget. Pagi bisa cerah, tapi dalam hitungan menit, kabut tebal bisa datang, disusul hujan lebat, angin kencang, bahkan petir. Mendaki saat musim hujan bikin visibilitas turun drastis.
Lo bisa kesulitan liat jalur, bahkan patokan-patokan penting kayak plang jalur, tugu, atau pos bisa tertutup kabut. Di jalur yang bercabang, ini jadi sangat berbahaya karena lo bisa nyasar dan kehabisan waktu atau logistik. Selain itu, suhu di ketinggian saat hujan bisa turun ekstrem.
Kalau lo cuma bawa jaket tipis atau nggak punya baju ganti yang kering, risiko kena hipotermia makin tinggi. Belum lagi petir yang sering muncul pas hujan deras. Banyak area puncak gunung yang terbuka dan jadi titik rawan tersambar, apalagi kalau lo bawa tongkat trekking atau tiang tenda dari logam.
3. Jalur Pendakian Menjadi Sangat Licin dan Berbahaya
Medan pendakian pas musim kering aja udah berat, apalagi kalau lo nekat mendaki di musim hujan. Semua berubah. Tanah yang biasanya padat jadi lumpur, akar pohon jadi licin kayak sabun, dan batu-batuan yang biasanya bisa lo pijak malah jadi licin banget.
Nggak sedikit pendaki yang jatuh, tergelincir, atau bahkan cedera serius karena medan kayak gini. Bahkan, buat naik tanjakan yang biasanya bisa lo lewatin 30 menit, bisa molor jadi sejam lebih karena jalurnya udah berubah total.
Dan yang paling bahaya, kalau jalur itu dekat jurang atau tebing. Sekali kaki lo terpeleset, dampaknya bisa fatal. Udah banyak kejadian pendaki yang harus dievakuasi atau bahkan kehilangan nyawa karena terpeleset di jalur yang tergenang air atau lumpur.
4. Banyak Gunung Ditutup, Tim SAR Susah Bergerak
Setiap tahun, banyak pengelola taman nasional yang nutup akses pendakian selama musim hujan. Misalnya aja Gunung Merbabu, Rinjani, Semeru, atau Gede Pangrango. Penutupan ini dilakukan bukan tanpa alasan, tapi demi keselamatan para pendaki. Tapi sayangnya, masih ada aja yang nekat naik lewat jalur ilegal atau tanpa izin.
Kalau sampai kejadian darurat, tim SAR bakal kesulitan banget buat evakuasi karena cuaca buruk dan akses yang tertutup pohon tumbang atau longsoran. Belum lagi sinyal HP yang sering ilang di gunung saat cuaca ekstrem. Kalau lo kejebak dalam kondisi kayak gitu, lo bakal kesulitan minta bantuan.
Dan parahnya lagi, kalau lo kejebak di area tanpa logistik cukup atau tenda yang bocor, lo bisa kehilangan suhu tubuh secara drastis. Risiko hipotermia meningkat, apalagi kalau lo sendirian atau nggak punya rekan yang bisa bantu. Intinya, mendaki saat musim hujan bisa bikin lo lebih mudah kejebak tanpa pertolongan.
5. Risiko Penyakit dan Kondisi Fisik yang Menurun
Cuaca dingin, hujan terus-menerus, baju basah, jalur berat, dan beban carrier yang berat semua itu bikin fisik lo kerja ekstra keras. Tubuh yang awalnya fit bisa drop dalam sehari kalau lo terus-terusan basah dan kedinginan. Musim hujan di Indonesia juga bikin kelembapan naik drastis.
Ini jadi kondisi ideal buat jamur, bakteri, dan kuman berkembang biak. Luka kecil bisa cepat terinfeksi, kulit kaki bisa lecet parah, bahkan lo bisa kena kutu air atau jamur kaki karena sepatu basah yang dipakai berhari-hari. Kalau makanan atau minuman lo juga terkontaminasi air hujan, lo bisa kena diare atau mual yang bikin energi lo langsung habis.
Satu hal yang sering disepelekan pendaki: tenda bocor. Saat mendaki di musim hujan, tenda yang bocor atau sleeping bag yang lembap bakal jadi penyebab utama lo menggigil semalaman. Dan itu nggak cuma nggak nyaman, tapi juga berbahaya buat kondisi fisik lo.
Nah, dari semua penjelasan di atas, udah kelihatan banget kan kenapa lo sebaiknya mikir dua kali sebelum mendaki saat musim hujan? Selain jalurnya jadi licin parah, potensi longsor, banjir bandang, sampai cuaca ekstrem bisa banget ngebahayain lo dan tim lo. Apalagi musim hujan di Indonesia itu intens banget, sering bikin cuaca berubah drastis.
Jadi kalau lo pengen tetap aman dan nikmatin pendakian dengan nyaman, mending tunda dulu rencana naik gunung pas Desember–Januari. Tunggu cuaca cerah, siapin fisik dan logistik, baru gas! Karena mendaki di musim hujan itu bukan sekadar tantangan tapi bisa jadi bencana kalau lo nggak waspada.
ARTICLE TERKINI
Article Category : News
Article Date : 05/07/2025
2 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
GRACE JELIA PUTRI TADETE
15/07/2025 at 05:42 AM
AyuRL Ningtyas
13/09/2025 at 12:30 PM