Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan rahasia kekuatan Suku Sherpa di kaki Gunung Everest, Nepal. Sherpa sendiri dikenal sebagai pemandu dan porter tangguh bagi pendaki Gunung Everest. Sherpa adalah suku di pegunungan Himalaya yang bermigrasi dari Tibet sekitar lima abad lalu.
Mereka tinggal selama beberapa generasi di desa-desa yang berada di ketinggian 2.000-5.000 mdpl. Anggota Pendiri Xtreme Everest dan konsultan perawatan klinis di Rumah Sakit Universitas Southampton, Inggris, Denny Levett pada tahun 2013 melakukan ekspedisi ilmiah ke puncak Gunung Everest. Ekspedisi itu bertujuan untuk menjelajahi latar belakang kemampuan daya tahan manusia pada ketinggian tertentu. Levett teringat pada satu Sherpa yang tergabung dalam ekspedisi.
Mereka turun sejauh 2.000 meter dari puncak Everest hanya dalam waktu dua jam, ketika tim terbaik kami melakukannya dalam waktu setengah hari. Dia bahkan berhenti hanya untuk minum teh ketika turun dari puncak Everest. Inilah rahasianya,
- Tantangan terhadap ketinggian
Kemampuan tubuh menyesuaikan terhadap ketinggian adalah tantangan dalam pendakian Gunung Everest. Kadar oksigen di puncak hanya ada sepertiga yang terkandung di langit. Menurut Levett, hanya enam persen pendaki dari seluruh dunia yang mampu mendaki tanpa oksigen tambahan. Penyakit di ketinggian bisa menyerang manusia yang berada di ketinggian beberapa ribu meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu, tubuh manusia harus beradaptasi untuk menuju tempat yang lebih tinggi.
Relawan dites secara fisik dan biologis untuk mengidentifikasi perbedaan fisik sebelum dan selama pendakian menuju ketinggian 5.300 meter di atas permukaan laut.
- Pemanfaatan oksigen
Levett mempresentasikan temuan penelitian terhadap suku Sherpa dalam World Extreme Medicine Expo in London. Dia mengidentifikasi perbedaan bagian sel manusia yang berfungsi untuk menghasilkan energi atau yang dikenal sebagai mitokondria.
Mitokondria pada suku Sherpa lebih efisien dalam menggunakan oksigen. Sel mereka seperti mobil yang irit bahan bakar. Anda bisa mendapat energi dari oksigen yang minim. Tim mempelajari pembuluh darah di bawah lidah dan lokasi lain di tubuh untuk memantau sirkulasi udara di organ-organ lain. Proses itu disebut mikrosirkulasi. Bentuk sirkulasi darah ini berada di pembuluh darah terkecil dan melihat bagaimana oksigen mampu mencapai otot, jaringan, dan organ hingga tubuh manusia bisa bekerja.
“Kecepatan ini lebih tinggi di mana darah dapat mengalir di sekitar memungkinkan tubuh untuk memberikan lebih banyak oksigen ke jaringan yang lebih cepat,” ujar ahli transplantasi ginjal di Rumah Sakit Universitas Coventry dan Warwickshire, Inggris, Chris Imray yang berangkat bersama Levett dalam ekspedisi ilmiah ini.
Jadi, studi-studi ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan genetik pada suku Sherpa sehingga suku ini benar-benar sesuai dengan kondisi di Everest.
Please choose one of our links :