Bergerak secara independen lewat platform Soundcloud, The Suicide Disease akhirnya muncul ke ranah arus utama lewat lagu barunya yang berjudul War. Bagi yang belum tahu, The Suicide Disease merupakan sebuah band grunge rock yang identitas anggotanya masih dirahasiakan. Sejauh ini, mereka tampil ke permukaan dengan menggunakan pakaian berwarna hitam dan juga topeng. Mengingatkan lo semua dengan Slipknot.
Untuk lagu barunya yang berjudul War ini, The Suicide Disease menawarkan nuansa grunge yang lebih garang, Superfriends. Mungkin terdengar seperti thrash metal. Untuk perilisannya sendiri, The Suicide Disease bekerja sama dengan Zodhiac Records. Label rekaman tersebut merupakan rumah bagi beberapa musisi agresif seperti Have Mercy, Felicity, serta Jordan Armstrong.
Terkait lagunya sendiri, The Suicide Disease menjelaskan tentang bahaya dan dampak yang terjadi dari kepergian seseorang secara tragis. Lewat lagunya, The Suicide Disease mengungkapkan bagaimana orang yang ditinggal pergi untuk selamanya berada di situasi yang kurang lebih sama dengan perang seumur hidupnya.
Peperangan tersebut tentu hadir dalam benak seseorang. Duka yang mendalam terkadang memengaruhi sisi psikologis seseorang ke lubang yang dalam, bahkan kerap ada kemungkingkan mereka yang ditinggalkan ingin juga pergi untuk selamanya, Superfriends. Nggak hanya jadi tema, tapi The Suicide Disease juga ingin mengangkat betapa pentingnya masalah kesehatan mental ini.
Lewat musik dan liriknya, The Suicide Disease mencoba untuk menyentuh sisi emosional para pendengarnya, Superfriends. Secara nggak langsung, permainan musik yang agresif ini menjadi representasi The Suicide Disease terhadap perang yang ada di dalam hati dan juga isi kepala seseorang.
Nama band tersebut sendiri sebetulnya sebuah langkah bagi mereka untuk menyuarakan penyakit bernama Trigeminal Neuralgia, yang diartikan ke dalam bahasa inggris menjadi The Suicide Disease. Kondisi tersebut kerap kali ditemukan di lingkungan Long Island, tempat para anggota The Suicide Disease tumbuh semasa hidupnya, Superfriends.
Sebagai band yang punya pengaruh, mereka ingin mengangkat isu bahwa kondisi medis tersebut nyata dan membutuhkan dukungan yang besar bagi orang-orang di sekitarnya. Lewat musiknya, The Suicide Disease ingin membantu para penyintas dan pengidap kondisi mental tersebut bisa mengurai emosinya secara baik. Selain itu, The Suicide Disease juga nggak mau yang mendengarkan merasa sendiri karena rasa sakit yang dirasakannya.
Secara genre, apa yang ditawarkan oleh The Suicide Disease cukup jadi hal yang menarik. Bermain musik grunge dengan balutan thrash metal, unit asal Long Island ini juga menyisipkan referensi personal mereka, seperti gaya bermusik yang datang dari The Cure dan juga New Order, Superfriends. Kreativitas tersebut membuat permainan The Suicide Disease jadi lebih menarik untuk lo dengarkan.
Secara usia sendiri, The Suicide Disease merupakan band yang cukup muda dan punya semangat DIY yang tinggi. Di tahun 2021 mereka merekam demo menggunakan kaset pita. Untuk menyebar luaskan karya yang sudah direkam, The Suicide Disease mengelilingi kawasan tempat mereka tinggal membawa boombox sebagai alat putar demo tersebut.
Langkah tersebut pun berhasil hingga akhirnya The Suicide Disease bertemu dengan Steve Feinberg yang kini menjadi manager mereka. Selanjutnya sang manager pun memperkenalkan The Suicide Disease dengan Ricky Armellino dari Ice Nine Kills. Ricky Armellino jadi sosok penting dalam proses produksi musik The Suicide Disease.
Bersama Ricky Armellino sebagai produser, The Suicide Disease akhirnya bisa merilis lagu War dengan konsep yang mereka inginkan, Superfriends. Nggak berhenti di situ, lagu baru dari The Suicide Disease ini juga mengundang KJ Strock sebagai produser juga.
Image courtesy of Kim Zier
ARTICLE TERKINI
1 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Muhamad Saifudin
26/10/2024 at 08:25 AM