Sejak perilisan single ketiga “Better Left Unsaid” di bulan Oktober 2023 lalu, Supermachine kini melepas debut mini album (EP) pertamanya All I Could Ever Want. EP mereka yang kental dengan nuansa musik alternative rock, grunge, dan shoegaze ini sukses mengingatkan kita pada band-band era tahun 90-an.
Supermachine membuka track pertama dengan “Better Left Unsaid”, disusul oleh “Unfold Myself”. Kedua lagu itu sempat menjadi single untuk menandakan kemunculan band tersebut di tahun lalu, dan kini lagu tersebut masuk ke dalam rangkaian EP mereka. Track selanjutnya “I’ll Go Away”, lagu ini banyak mengambill pengaruh dari band-band alt rock dan shoegaze. Kemudian “Grey”, lagu ini sama seperti kedua lagu yang sudah kami sampaikan di awal tadi. Kemudian “Lust”, menjadi salah satu track favorit pendengar dengan aransemen grunge-nya.
Dan, yang terakhir adalah “For Real”, bertindak sebagai lagu penutup dengan tempo yang berbeda dari lagu-lagu sebelumnya baik secara musik, notasi vocal, sound serta menambahkan instrumen string sebagai pemanis. Namun jangan salah, EP mereka ini jauh dari aransemen yang tenang.
Rata-rata lagu mereka berdurasi tiga sampai empat menitan yang menandakan tatanan gaya musik yang memanfaatkan ruang paska alt rock-grunge shogaze yang dinamis. Kuat secara emosional, tidak terlalu rumit secara sonic namun dihuni aura bermuatan melodi sedih dan aransemen string yang ciamik.
EP ini masuk ke dalam zona nyaman mereka untuk menjelajahi rekaman penting seperti The Smashing Pumkins, Nirvana, Hum, My Vitriol, dan Swervedriver menenun bermacam-macam lapisan yang menarik dan tidak ingin berlama-lama di satu riff gitar.
Pada proses pengerjaan lagu, penulisan lirik dibuat oleh Fajar Zulkarnaen dan aransemen musik dibuat oleh Ma’arif Budi Mardianto dan Ricky Sebastian. Sedangkan, untuk penggarapan Supermachine memilih Invasion Studio sebagai tempat merekam lagu, serta mempercayai Praditya Eka Putra, member dari Limerence dan Coldskin yang bertugas dalam juru rekam sampai tahap mixing dan mastering.
Sementara, untuk elemen visual yang tertera pada sampul EP mereka melibatkan Dhimas Muhammad Iqbal dan foto band yang diambil oleh Farhan Abadi. EP ini dirilis dalam bentuk fisik berupa kaset dengan bundling kaus melalui Outta Sight Records.
Pemilihan tema All I Could Ever Want adalah hal menarik. Menceritakan berbagai macam perasaan dan emosi. Mulai dari mencintai diri sendiri atau memberikan hak kepada hati yang ingin terus berjalan. Meskipun terkadang selalu bertemu dengan hati yang tidak seharusnya, dipaksa untuk menyisihkan rasa yang tidak seberapa dan dihadapkan pada ruang dan waktu yang tidak seharusnya. Lagu terakhir mereka yang berjudul “For Real”, semoga selalu berdampingan dengan kata mampu bagi siapa pun yang mencoba untuk beranjak dari hal-hal yang semu.
Enam lagu di dalam EP ini adalah langkah yang bagus, sebuah perkenalan yang mungkin bisa saja langsung menyangkut di telinga pendengarnya atau butuh dua sampai tiga kali putaran mendengarkan hingga akhirnya terkenang.
Please choose one of our links :