Superfriends, pemilihan kata itu emang penting banget, ya. Pakaian bekas atau loak yang terkesan kotor dan nggak keren bisa jadi populer dan digandrungi banyak anak muda setelah dikemas jadi pakaian “thrift”. Meskipun pada dasarnya sama, Thrift itu bukan sekadar beli baju bekas aja. Thrift merupakan sebuah pilihan yang didasari kesadaran akan kerusakan lingkungan hidup dari aktivitas produksi industri Fast Fashion. Selain itu, budaya Thrift juga punya daya tarik tersendiri yang nggak bisa disaingi industri Fast Fashion, yakni kesan vintage, langk, dan steal deal yang diberikan barang-barang Thrift.
Thrift sendiri merupakan bahasa inggris yang memiliki arti serupa dengan kata “loak”. Hanya saja, di sini kata loak memiliki konotasi negatif yang berkesan murah, jelek, barang sisa, dan berbagai pandangan derogatori lainnya. Tapi, belakangan ini pakaian loak banyak diminati anak muda dan ramai diperbincangkan, bahkan diperjualbelikan di media sosial dengan sebutah “Thrift” itu. Thrift jadi punya daya tarik tersendiri karena pakaian vintage sekarang lebih memiliki nilai karena langka dan bisa jadi cuma lo yang punya, nggak kayak pakaian yang dijual di mall. Selain itu, karena pakaian Thrift ini bekas, harganya jauh lebih terjangkau juga, Superfriends. Tapi, kalau lo korek lebih dalam lagi, Thrift itu bukan cuma soal harga dan style.
Thrift bisa dikatakan sebagai sebuah ideologi yang merupakan wujud nyata perlawanan terhadap Fast Fashion. Kalau lo mau tau, industri Fast Fashion itu kontribusi limbah dan polusinya gede banget, bro. Belum lagi banyak isu beredar kalau beberapa produsen Fast Fashion itu mempekerjakan pegawai mereka secara kurang etis. Supaya nggak mendukung praktik-praktik tersebut dan segala dampak negatifnya, muncullah budaya Thrift yang menghambat perputaran barang Fast Fashion dan membuat mereka mau nggak mau harus ngurangin produksi biar nggak rugi. Di saat yang bersamaan, Thrift juga jadi wadah bagi kalangan menengah ke bawah untuk bisa belanja pakaian bekas yang layak pakai, dan merasakan nyamannya pakai barang branded meskipun mungkin barang itu udah berusia puluhan tahun.
Keren, kan? Thrift itu pergerakan yang di balik budaya belanja menyimpan banyak nilai-nilai sosial dan ekonomi. Sayangnya, belakangan ini banyak pelaku Thrift yang dirasa kurang etis dalam menjalankan toko mereka. ORang-orang ini berburu barang langka dan branded yang nantinya akan diperbaiki, kemudian dijual dengan harga tinggi kayak barang baru, bro! Jadinya, banyak orang mempertanyakan Thrift, dan akhirnya memilih untuk beli baru. Kondisi kayak gini bertolak belakang banget sama ideologi Thrift yang asli, karena di sini para reseller mengutamakan keuntungan dibanding ideologi Thrift itu sendiri. Belum lagi, kalau pakaian bagus yang layak pakai itu mereka borong untuk jual lagi dengan harga tinggi, mereka baru aja merenggut kesempatan golongan yang membutuhkan pakaian kayak gitu untuk kesehariannya, yang sekarang pakaian itu jadi di luar jangkauan mereka karena harganya terlalu tinggi.
Fenomena Thrift yang lagi tren sekarang ini emang beda banget sama Thrift yang ideal, Superfriends. Di satu sisi, emang penjual Thrift itu butuh keuntungan karena mereka menjalankan bisnis, tapi di sisi lain pembeli dan orang yang membutuhkan banyak yang merasa dirugikan. Menurut lo sendiri gimana, bro?
PERSONAL ARTICLE
ARTICLE TERKINI
Source:https://voi.id/en/bernas/20200/for-the-thrift-shops-historical-and-cultural-mission-used-clothes-should-not-be-expensive
Argan Valentino
19/04/2022 at 09:23 AM