Traveling ke wisata alam atau taman hiburan sih udah biasa. Nah, kalau berwisata ke tempat yang erat kaitannya sama sejarah kelam, udah pernah coba belum?
Adalah dark tourism atau wisata gelap. Konsep traveling ini merujuk pada aktivitas mengunjungi tempat yang pernah jadi lokasi peristiwa kelam dalam sejarah, seperti bencana alam, perang, hingga pembunuhan, baik yang alami maupun yang nggak sengaja terbentuk. Istilah ini pertama kali diciptakan oleh J. John Lennon, professor pariwisata di Glasgow Caledonian University bersama rekannya, Malcolm Foley, pada tahun 1996.
Lantas, kenapa ya ada orang yang tertarik melakukan dark tourism? Apaka aktivitas tersebut cukup etis buat dilakukan? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini, Superfriends.
Kenapa Dark Tourism Populer dan Punya Banyak Peminat?
Dark tourism dikenal juga dengan istilah black tourism (wisata hitam), thanatourism, dan grief tourism (wisata duka). Menurut Lennon, dark tourism sebenarnya bukan hal baru di dunia wisata. Dalam makalahnya yang ditulis tahun 2017, ia menjelaskan kalau orang-orang saat ini mulai tertarik untuk traveling ke tempat-tempat yang berhubungan dengan kematian, bencana, penderitaan, kekerasan, dan pembunuhan.
Bahkan, sejak zaman Romawi kuno, konsep dark tourism udah terbentuk di masyarakat. Misalnya, orang-orang tertarik buat menyaksikan pertarungan gladiator dan eksekusi pelaku kejahatan di depan publik. Hal ini seakan menunjukkan kalau kematian jadi daya tarik tersendiri di masyarakat. Serem nggak, sih?
Walaupun menyimpan catatan kelam, dark tourism mewakili sejarah penting di dunia. Misalnya, Chernobyl di Ukraina yang jadi lokasi bencana nuklir terburuk di dunia dan mengakibatkan ribuan kematian pada tahun 1986. Tempat tersebut akhirnya ditetapkan sebagai objek wisata resmi di Ukraina sejak tahun 2002.
Di Indonesia juga ada beberapa destinasi wisata yang punya konsep dark tourism. Misalnya, Museum Tsunami Aceh yang berisi nama-nama korban bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Ada juga Museum Sisa Hartaku di kaki Gunung Merapi, Yogyakarta, yang menampilkan harta bedan korbal erupsi Gunung Merapi pada 5 November 2010.
Dark Tourism Etis Nggak Ya?
Walaupun banyak peminatnya, dark tourism juga menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat, lho. Salah satunya aktivitas ini dianggap kurang etis karena mengunjungi lokasi bencana alam dan tragedi yang menyedihkan.
Secara umumnya, sebenarnya sah-sah aja kalau lo mau mencoba dark tourism dan mengunjungi tempat-tempat dengan catatan kelam, Superfriends. Aktivitas ini justru bisa jadi sarana buat belajar sejarah dan memberikan penghormatan pada para korban. Selain itu, lo juga bisa belajar agar kejadian tersebut nggak terjadi lagi.
Kalau lo mau mengabadikan pengalaman lo lewat foto atau video, pastikan dulu apakah hal tersebut diizinkan atau nggak. Lo juga harus bijak dalam mengunggah foto dan video tersebut ke media sosial untuk mencegah triggering dari pihak keluarga yang ditinggalkan.
Pernah mencoba dark tourism, Superfriends? (arpd)
ARTICLE TERKINI
Source:The Week, World Nomads, Pina Travels
0 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Please choose one of our links :