Die Adler akhirnya kembali berpesta di kompetisi Eropa, setelah memenangkan Liga Europa kedua dalam sejarah mereka.
Musim 2021/22 benar-benar bergejolak buat Eintracht Frankfurt.
Di Bundesliga, mereka hanya mampu finis di urutan ke-11 klasemen dan berjarak sepuluh poin dari zona Eropa, mereka juga mengawali musim dengan kekecewaan. Takluk 5-2 dari Borussia Dortmund di pekan pertama, dan di lima pekan berikutnya hanya meraih hasil imbang.
Sementara itu, di DFB-Pokal, Frankfurt benar-benar gagal total. Disingkirkan oleh klub kasta ketiga SV Waldhof di putaran pertama, dan itu sangat mengecewakan buat para pemain, klub dan juga penggemar mereka yang sangat militan.
Namun, Die Adler menjalani mimpi indah mereka di panggung Eropa. Meski awalnya mereka sangat diremehkan, mengingat performa mereka di liga dan DFB-Pokal, tapi Frankfurt mampu membungkam para mulut pengkritik dengan ‘kejam’.
Tim asuhan Oliver Glasner berhasil menjuarai Liga Europa musim ini, setelah mengalahkan Rangers di final lewat babak adu penalti.
Bahkan tak cukup sampai di situ, mereka mengakhiri kisah indah Liga Europa mereka dengan rekor tak terkalahkan (lima menang dan lima seri) untuk mengunci gelar kedua dalam sejarah mereka di ajang tersebut. Itu merupakan penantian 42 tahun Frankfurt, setelah terakhir kali menjuarai Liga Europa pada 1980.
Frankfurt memastikan langkah mereka di Liga Europa tahun ini setelah finis lima besar musim lalu. Ambisi mereka untuk bicara banyak di panggung Eropa juga terlihat setelah klub memutuskan untuk merekrut Glasner awal musim ini, dengan manajer itu berhasil membawa Wolfsburg kembali ke Liga Champions.
Berisikan pemain-pemain seperti Kevin Trapp, Djibril Sow, Sebastian Rode, Filip Kostic hingga Daichi Kamada, Glasner mampu meracik strategi untuk membawa Frankfurt merajai kompetisi terbesar kedua di benua biru.
Dalam perjalanan mereka menuju tangga juara juga tidak mudah. Die Adler harus menghadapi lawan-lawan berat, tetapi mereka mampu menyingkirkan semua tim yang mereka hadapi.
Di fase gugur, Frankfurt harus bertarung dengan tim-tim kuat seperti Real Betis, Barcelona, West Ham United dan Rangers. Dan setiap menghadapi lawan-lawan tersebut, Die Adler awalnya selalu diremehkan, tetapi setelah peluit panjang dibunyikan, mereka selalu berteriak kegirangan karena berhasil memenangkan pertandingan.
Apalagi ketika menghadapi Barca, yang terlempar ke Liga Europa setelah finis di peringkat ketiga fase grup Liga Champions, Frankfurt benar-benar tidak diprediksi bakal lolos ke semi-final.
Dari komposisi pemain, sudah pasti mereka kalah, tapi dari segi semangat juang Frankfurt bisa dibilang selalu on fire selama 90 menit, dan akhirnya bisa menyingkirkan salah satu tim terkuat di Eropa dengan agregat 4-3.
Mencapai final, dan bahkan menjadi juara, bisa dibilang bukan hanya sekadar keajaiban buat Frankfurt, namun mereka mengimbangi ‘keajaiban’ itu dengan perjuangan dan usaha mereka.
Penantian 42 tahun mereka terbayarkan setelah di final mampu menaklukan Rangers di babak adu penalti. Trapp menjadi pahlawan buat Frankfurt setelah berhasil menepis tendangan Aaron Ramsey di kesempatan terakhir lawan.
Selain karena perjuangan mereka di lapangan, keberhasilan Frankfurt menjuarai Liga Europa juga tak lepas dari dukungan para suporter mereka.
Pendukung Die Adler selalu hadir dan memenuhi stadion di mana pun Frankfurt bertanding, dengan mereka membanjiri Camp Nou dan membuat fans Barca sangat dipermalukan di kandang mereka sendiri.
Tak hanya itu, di partai semi-final pun juga sama. Ribuan pendukung Frankfurt berbondong-bondong hadir di London Stadium untuk memberikan dukungan penuh kepada klub kesayangan mereka.
Bukan hanya perjuangan Frankfurt di lapangan yang membuahkan hasil, tetapi teriakan dan dukungan para penonton juga tak sia-sia dalam perjalanan mereka menuju panggung juara Liga Europa musim ini.
Please choose one of our links :